Semburat Janji.


Kiara merapatkan jaketnya. Tapi ternyata jaketnya tidak dapat mengusir gigil yang menelusup ke dalam tulangnya. Menggeretakkan giginya, Kiara memutuskan untuk lebih melilitkan syal di lehernya. Ia pun menggerai rambut hitam lebatnya untuk membantu menutupi rasa dingin di lehernya.

Tapi rasa dingin yang menusuk-nusuk kulitnya itu, tidak mampu mengusir perasaan gelisah di hatinya. sudah hampir setahun Kiara berada di sini. Di negeri dimana cinta melayang di udara. dengan keeksotisan Nyonya Besar yang menjadi daya tariknya. Bahkan Kiara menatap Nyonya Besar dengan perasaan enggan.

Ia belum berhasil bertemu dengan Kak Brama, misinya di negeri ini.

Angin seketika bertiup dengan kencang. Dan bukan hanya membawa sejumput daun yang telah berguguran di taman ini. Angin pun dengan kencangnya merebut secarik kertas yang sedang dipegang Kiara. Membawanya tercampur dedaunan coklat. Lalu jatuh merapat di sebuah dahan pohon tinggi yang meranggas.

Berdiri di akhir pengejarannya. Kiara hanya bisa menatap dan merutuki angin. Walaupun yang sebenarnya ingin ia rutuki adalah dirinya sendiri. Kenapa juga ia belum memindahkan catatan itu ke smartphonenya?

Sayup-sayup suara lonceng terdengar. dan mendadak, beberapa langkah kaki terdengar bergegas ke arah lonceng tersebut. Kiara, mendadak mempunyai firasat. Mengikuti arah angin, Kiara yakin angin tak pernah meleset.

Sementar itu, di taman belakang gereja yang mendendangkan lonceng itu. Seorang suster mendorong seorang pria dalam sebuah kursi roda. Sebelah kakinya sudah tidak ada. Kecelakaan di pekerjaan konstruksi 9 bulan lalu merenggut semua harapannya. Semua asanya yang ia bawa hingga ke negeri ini. 

Tapi di saat semua terasa menutupi dunianya. Lelaki itu selalu melihat senyuman perempuan yang berjanji akan menunggunya di Indonesia sana. Ia percaya, Kiara akan menepati janjinya.


Catatan kaki : dibuat di commuter line, circa 2014 rasa-rasanya. 

Komentar

Postingan Populer