Kenangan Merah



2013

Kini sekelilingnya sudah mulai dialiri darah. Dari perutnya, pasti dari perutnya. Dan juga dari pergelangan tangannya. Saat ia mencoba memejamkan mata, ia mendengar suara pria memanggilnya dari balik pintu berwarna krem yang terkunci itu. Pria itu mendobrak pintu kamarnya. Brakk! Tetapi tidak bisa. Pria itu mencoba lagi. Sekali. Dua kali. Sampai akhirnya ia lemas terduduk. Ia pun menggedor pintu dengan pasrah. “Sayang... sayang kamu keluar ya.. cepat ayo keluar...” Dan asap mulai masuk dari celah pintu.

1996

Ayah Ronald, begitu ia memanggilnya. Ia sama sekali tidak tahu siapa orang tuanya. Ayah Ronald selalu bilang padanya bahwa ia dibuang oleh ibunya yang pelacur. Dan untuk itu ia harus berterimakasih kepada Ayah Ronald mendapat perlindungan dari Ayah Ronald. Ia hanya mengiyakan saja kata - kata Ayah Ronald.

Kini usia Gili 17 tahun dan rasanya sudah bertahun tahun ia sering mengalami mimpi buruk. Dan wajah di mimpi buruknya sudah bisa tertebak. Wajah – wajah ketakutan. Dikelilingi jilatan - jilatan api. Kini Gili ketakutan sendiri, karena sekarang Ayah Ronald makin sering mengajaknya bekerja. Gili tahu pasti, semakin sering ia ikut bekerja. Maka wajah – wajah ketakutan dalam mimpinya akan semakin bertambah. Gili takut malah suatu saat ia yang berwajah ketakutan dikeilingi api yang semakin membesar.

Sampai datanglah Putra sebagai pendatang baru. Ia mengontrak rumah petak di ujung jalan tempat Gili, Ayah Ronald dan belasan orang lainnya tinggal. 

Jarak usia Gili dan lelaki itu terpaut jauh, Putra berusia 32 tahun sedangkan Gili 17. Perkenalan pertama mereka di tempat tukang nasi goreng dimana Gili biasa makan malam sendiri. Putra sangat tampan walaupun selalu menggunakan kaus sederhana saja. Dan tahu banyak sehingga menyenangkan mengobrol dengannya. Berawal dari obrolan pertama itu, akhirnya Gili selalu menantikan saat–saat membeli nasi goreng dan mengobrol lagi dengan Putra. Entah kenapa Putra bisa menebak bahwa ia bermimpi buruk. Dan entah kenapa Putra tahu pekerjaan Ayah Ronald adalah mendatangi rumah – rumah orang kaya, mengambil barang- barang yang disukainya selain uang. Lalu membakar semuanya untuk menghilangkan jejak. Semuanya.

Pada suatu ketika Gili sehabis membantu Ayah Ronald bekerja. Gili tidak ingin pulang dan ia malah ke rumah Putra. Disitulah pertama kalinya Gili menjadikan rumah Putra sebagai tempat pelarian pikirannya sehabis ia bekerja membantu Ayah Ronald. 

Pelarian yang menyenangkan karena ia disuruh membaca seluruh buku-buku koleksi milik Putra. Jika tidak membaca maka ia menemani Putra memasak sambil mendengarkan cerita tentang istri Putra yang sudah meninggal. Tentang bagaimana cantik istrinya tersebut, tentang kepintarannya memasak dan pekerjaannya sebagai sekretaris. Dan bagaimana istrinya meninggal bunuh diri karena gangguan jiwa. 

Selalu tentang istrinya. Gili pun tidak pernah menanyakan soal Putra dan apa pekerjaannya, yang jelas Putra selalu ada di rumah itu saat mulai gelap dan meninggalkan rumah saat mulai subuh.

Hingga pada suatu malam, saat Ayah Ronald kembali mengajaknya bekerja di satu rumah. Gili tidak mengunci semua pintu. Ia bahkan memberi isyarat pada nyonya rumah untuk keluar. Dan ia sendiri pun kabur. Dikejar oleh Ayah Ronald dan kawanannya, Gii tersenyum. Ia yakin sekarang dirinya bisa tidur nyenyak.

2013

Gilian memasak didapur sambil bersenandung. Ia sedang menanti suaminya, Syahputra selesai mandi. Tiba-tiba ia mendengar suara gaduh di lantai atas. Segera ia lari mencari sumber kegaduhan. Demi mendapati suaminya roboh dengan posisi telungkup. Di belakangnya seseorang memegang tongkat pentungan yang berdarah. Gilian mengenalli mata itu saat bertatapan walaupun kini sudah sangat tua dan berjanggut. Tidak salah lagi, itu Ayah Ronald. Ia tidak mencoba melawan saat dirinya dan suaminya diikat dan dibawa ke kamarnya. Pun ketika ia mulai mencium minyak tanah dan kemudian mulai merasa panas dari jilatan api di luar kamar. Ia memeluk suaminya yang sudah tak bernyawa. "Terima kasih, aku bahagia bersamamu"



Dibuat di kota Bogor tahun 2013, sebagai tugas di Kelas Anggit Narasoma. Entah kenapa membaca lagi cerita buatan saya ini mengingatkan saya akan Coin Locker Girl :) 



Komentar

Postingan Populer