Hitamnya Mata Lena



Lena, menatap nanar gedung-gedung di sekelilingnya. Sepintas, ia akan terlihat menatap sambil lalu semua yang ada.  Tapi bukan itu yang dilakukan Lena, ia sudah penuh. Dan menatap lekat-lekat semuanya.  Seakan berharap, dengan menatap benda-benda tersebut. Yang meluber dan mendesak ruang kepalanya ini bisa tertumpahkan, tersalurkan melalui matanya. 

6 bulan lalu. 

Entah sejak kapan Lena melihat kabut ini. Apakah juga tepat disebut kabut? Semua informasi-informasi dan memori yang dia ambil, atas perintah atasannya. Kini bercampur aduk. Siapakah yang dia bunuh dengan pengait besi di jembatan tua?

Apakah lelaki berkacamata yang sering diwawancara di televisi tersebut? Tapi kenapa lelaki berkacamata tersebut memakai gaun putih renda? 

Bukankah gaun putih renda tersebut yang dipakai wanita simpanan pengusaha gendut tersebut, yang meminta wanita simpanananya diurusi akibat wanita tersebut punya lelaki lain? 

Lena berusaha fokus, tapi tetap saja memorinya menyimpan bayangan lelaki berkacamata dan bergaun putih renda sedang meregang nyawa di hadapan Lena yang memegang pengait besi. 

4 bulan lalu. 

Sejak bertahun-tahun yang lalu, Semenjak Lena mulai mempunyai memori. Dan semenjak perintah-perintah tersebut datang. Lena selalu datang ke kediaman lelaki tersebut.  Lelaki bertopi tersebut, hanya selalu menatapnya teduh dan tersenyum. Lalu akan membiarkan Lena duduk berjam-jam di terasnya. 

Sekali-sekali Lena pernah ingin beranjak dari kursi teras tersebut. Tapi ia tidak mempunyai alasan untuk berbuat itu. Atasannya, atau pemilik Lena tidak memerintahkan seperti itu. 


Lalu kenapa Lena bisa diam duduk berjam-jam di teras tersebut? Padahal yang Lena lakukan hanyalah mengamati lelaki yang suka pakai topi tersebut memberi makan kucingnya. Atau membaca sesekali. atau kadang keluar membeli nasi goreng dari penjual yang lewat.  Kapan pertemuan pertama dengan lelaki bertopi tersebut juga tidak diingat oleh Lena. Yang Lena ingat, hanya kehadiran lelaki tua berjas tersebut. Kurang lebih empat bulan lalu. 

1 bulan yang lalu. 

Kertas tugasnya kembali datang. Setelah ia tidak berhasil melaksanakan tugasnya sebelumnya. Tugasnya sebelum ini kali pertama Lena gagal melaksanakan perintah atasannya. Bukan gagal juga sebenarnya. Saat ia ada di hadapan orang itu. Lena hanya berdiri mematung dengan alat setrum listrik tegangan tinggi yang belum menyala di tangannya. Lena hanya terdiam seperti itu, karena lelaki itu adalah lelaki tua berjas yang dilihatnya di rumah lelaki bertopi. 

Gara-gara kejadian itu, atasan Lena menyuntikan sesuatu ke dalam kepala Lena. Gara-gara itu pulalah yang Lena ingat adalah lelaki berkacamata dan bergaun putih renda di hadapan dirinya yang membawa pengait besi. 

Tapi Lena paham, atasannya tidak mau Lena gagal melaksanakan perintah lagi. 

Itulah kenapa Lena merasa penuh sesak. Memorinya serasa mengembang seratus kali lipat di dalam kepalanya. Mungkin lebih baik kalau kepalanya meledak. Tapi itu tidak terjadi. Makanya ia berharap dengan menatap lekat-lekat semuanya akan mengalir melalui matanya. 
Tapi itupun tidak terjadi. 

Hari ini. 

Lena meremas segenggam foto. Foto tersebut adalah lelaki bertopi. Lena pun berjalan mantap ke rumah lelaki bertopi tersebut. Seperti biasa, lelaki tersebut tersenyum kepada Lena.  Saat ingin masuk ke dalam rumahnya, Lena mengikuti. Tersenyum lebih lebar, karena baru kali ini gadis tersebut mau masuk ke dalam rumahnya.  Masih tersenyum sambil berbalik. Itulah yang ada terakhir dari lelaki bertopi tersebut. 

Saat kepalanya berada di bawah kakinya pun, mulut lelaki bertopi tersebut masih menyunggingkan senyum. Lena, masih memegang kapak yang barusan ia pergunakan. Mulai mengarahkan ke kakinya dan perutnya. 

Cairan hitam mulai keluar dari perutnya, dari tangannya mulai keluar percikan api. Lena berkedut-kedut tak tentu arah. Suara logam beradu dari kapak dan tubuhnya. Lena terkapar.  Tapi kini memori yang ada di kepalanya hanya senyuman lelaki bertopi tersebut. Lena, untuk pertama kali dalam hidupnya tersenyum bahagia. 

Ia pun menutup matanya. Hitam.


Catatan kaki : lupa tahun berapa dibuat. Yang jelas sepertinya ini pada saat pikiran penuh banget. No wonder ya sekarang kalau lagi stress suka breakdown, karena susah melampiaskan dalam bentuk thriller story kaya gini :)) 

Komentar

Postingan Populer