Kaos Berwarna Pink



Kania bersiul-siul di atas motornya yang sedang melaju. Macet di sepanjang jalan Tendean kali ini juga tidak berpengaruh. Melepas sebentar cengkramannya pada stang motor demi melihat jam. 06.45. Masih cukup waktu sampai jam 08.00 menuju Warung Buncit.

Melanjutkan kembali siulannya, Kania tidak sabar untuk sampai di tempat kerjanya. Hari pertama. Begitu lulus SMK bagian tata boga sudah setengah tahun ia mencari-cari pekerjaan. Dan kini, ia bisa mengembangkan keahlian memasaknya! Ia akan bekerja di sebuah cafe milik teman tantenya.

Berbelok pelan di Mampang, ketika tiba-tiba seseorang memotong jalurnya. Tidak sempat menekan rem, otomatis motornya menyerempet orang. Mereka berdua, Kania dan orang itu berikut motor milik Kania terjatuh. Segera saja mereka dikerubuti orang yang ingin membantu.

Sedikit shock, Kania tersadar kalau tangannya bersender di kaki orang itu. Melihat kalau yang diserempetnya itu seorang lelaki. Kania langsung menarik tangannya.

“Hati-hati dong mas, untung saya lagi pelan entah kalau kencang” sedikit bersungut- sungut Kania memeriksa lututnya. Celananya tidak sobek, hanya terkena noda saja.

“Saya tidak apa-apa, terima kasih, terima kasih. Masih bisa jalan. Si mas nya nih yang tiba-tiba motong jalur saya” jelasnya kepada orang-orang yang mengerubuti mereka sambil bangkit. Motornya sudah diberdirikan oleh orang. Satu persatupun meninggalkan mereka.

Lalu menoleh kepada lelaki yang membuat mereka berdua sial pagi ini. Bahkan dia belum mengucapkan minta maaf sekalipun kepada Kania. Kembali melihat jam, Kania mau tidak mau mengeluh. Sudah setengah delapan. Dia tidak bisa lebih lama lagi disini kalau tidak ingin terlambat.

“Mas, saya lagi buru-buru. Untungnya cuma keserempet saja. Saya gak perpanjang
masalah deh. Lagian yang salah bukan saya kok”

“Saya sedang buru-buru mba, ngejar metromini. Maaf ya, jadi bikin jatuh” suara
baritone menjawabnya.

Kania mengangguk-angguk sambil mengambil posisi di motornya. Lalu terhenti. Demi melihat kaus lelaki itu robek di bagian leher hingga ke bagian pinggang kanan. Lelaki itupun menyadarinya. Karena sekarang dia sedang garuk-garuk kepala walaupun Kania yakin kepalanya tidak gatal. “Ya ampun, mas. Kok bisa sampai robek begitu sih? Kena apanya memang?” Kania malah punya simpati kepadanya.

“Tidak tahu mba, kayaknya sih tadi emang sempat nyangkut entah dimana”

Teringat sesuatu, kemudian Kania mengaduk-aduk isi tasnya, lalu mengeluarkan kaus warna pink kepunyaannya. Tadinya kaus itu buat persediaannya ganti baju sehabis kerja.

“Nih, buat mas aja. Lumayan buat sampai dapet gantinya ntar”
“Eh? Trus ntar gimana...” Belum habis pertanyaan lelaki itu, motor Kania sudah melaju meninggalkannya.

Terlihat dari spionnya, lelaki itupun sedikit bingung dan hanya memandangi kaus berwarna pink cerah itu. Lalu kembali menggaruk-garuk kepalanya.

Makan Siang.

Akhirnya! Kania sudah menyelesaikan separuh hari pertamanya dengan baik. Awal yang bagus. Mengelap tangannya sehabis dicuci ke celemeknya, sepertinya dia tidak akan melepas celemek ini untuk hari ini. Biar saja sedikit norak. Tugasnya sebagai juru masak di kafe ini mendapat pujian dan komentar enak dari beberapa pengunjung café. 

Ho ho, percuma ia mendapat julukan tukang makan kalau tidak bisa membuat masakan enak. Walaupun ia sudah harus mencemaskan timbangan badannya yang naik akhir-akhir ini. Keluar dari dapur menuju teras belakang, ia menyentuh Pria, rekan juru masaknya.

“Pri, gue istirahat duluan ya...Nanti gantian” Pria hanya mengangkat jempolnya sebentar karena dia sedang menumis bumbu.

Bergabung dengan beberapa karyawan kafe lainnya di teras belakang yang juga
berfungsi sebagai pantry.
“ Hai, Kani...sini. Disini kosong kok” cewek yang bernama Meta mengajaknya. Ia pun
menurut. Kania membuka bekal makanannya. Tempura udang serta salad sayur. Buatan
sendiri tentu.

“Eh, loe belum lihat si Andri, Kani?” Meta, Lina dan Desi kemudian cekikikan.
“Hmmm...siapa?”
“Andri, anaknya Bu Sarda. Hari ini dia ajaib banget” jawab Meta masih sambil
cekikikan.
“Belom lihat” setengah penuh mulutnya tapi Kania tetap menjawab.
“Hari ini dia tumben banget terlambat. Waktu datang pun, kafé udah rame. Dan loe
tahu apa?” Lina menggantung ceritanya.

Menggelengkan kepalanya. Tentu saja dia belum melihatnya. Pagi ini gara-gara kejadian motor, ia datang jam delapan lewat sedikit dan langsung menuju area tugasnya setelah perkenalan singkat dengan karyawan lainnya. Dan yang datang ke area dapur hanya Lina yang memang bertugas memberikan dan menanyakan pesanan pada Kania dan Pria.

“Andri pakai baju cewek! Hahaha! Paraaah...” tawa ketiganya pun meledak.
“What?? Errrrgghhh...” Kania bereaksi antara tersedak dan menahan tawa
“Iya, emmmm...baju warna pink gitu”
“Trus pas pertama kali datang, salting banget dia. Jadi dilihatin sama semua”

“Eehhh...udah gitu ada cong yang emang langganan sini, hari ini keberuntungan itu
cong. Nongkrong dari pagi lho! Sampai tadi baru keluar. Merhatiin Andri melulu. Puas
banget dia”
“Yang pura-pura nanya event, menu terbaru sampai mau ngadain pesta gitu disini”
“Ya ampun gak nahan banget liat ekspresinya Andri. Antara risih dan panik,
sekaligus pengen jitak itu cong. Tapi ya sebagai manajer kafé ya semuanya kan harus
dilayanin”
“Makin menjadi kan ya! Udah mulai ngelus tangan juga kan!”
“Gila, keliatan banget mukanya Andri merinding banget”
“Eh...eh..eh...pantesan tadi minjem celemek juga ya, buat nutupin kaosnya ya.
Hahaha!”
Silih berganti Lina, Meta dan Desi bercerita. Dan semakin klimaks, Kania semakin
tertawa terbahak-bahak.
“Aduh..duh...duh, gue sakit perruuut nihhh” memegang perutnya dan berusaha
menahan tawa.

Tiba-tiba bu Sarda datang ke teras belakang dari dalam café. Sembari berkata kepada mereka berempat yang memang tersisa disini.

“Halo semua...Halo Kania” khususnya Bu Sarda menyapa Kania.

“Maaf ya tidak sempat menyambut kamu pagi tadi Kania. Pagi-pagi saya di sms oleh Andri minta dibawakan baju. Gara-gara motornya di bengkel, dia naek metromini lalu tadi pagi dia keserempet motor.

Lalu entahlah, minta dibawakan baju ganti. Sobek mungkin bajunya. Jadi saya putar arah kembali ke rumah. Jadi kesiangan deh”

Tiga orang di meja itu senyum-senyum menahan tawa, karena Andri yang jadi objek obrolan mereka siang itu.

Sedangkan Kania terdiam, merasa familiar dengan cerita Bu Sarda. Memicingkan 
matanya.
“Masa sih?” Kania menggumam sendiri.

Kemudian di belakang Bu Sarda, muncul Andri yang sedari tadi seharusnya
kupingnya berdenging karena puas dibicarakan. Sudah berganti t-shirt hitam. Kacamatanya sedikit retak di pinggir. Bertubuh tinggi agak sedikit kurus. Dan ya, Andri adalah orang yang tadi pagi diserempetnya.

Melihat Kania, Andri tertegun sejenak. Lalu tersenyum penuh arti.

“Hai..”
“Hai juga” Kania hanya membalas dengan senyum tipis.
Waktu istirahat berakhir. Mereka pun bersiap kembali ke dalam.

Tiba-tiba, Kania merasa ada aliran energi mengalir ke dalam tubuhnya. Seiring
jantungnya yang mulai berdegup kencang. Kembali bersiul-siul, Kania merasa ini akan jadi
pekerjaan yang sangat menyenangkan.


Catatan kaki : dibuat circa 2013 untuk tugas Kelas Anggit Narasoma bertema romansa. Maafkan kalau agak sedikit dreamy ala FTV sctv :))

Komentar

Postingan Populer